Jumat, 08 Oktober 2010

Sutan Takdir Alisjahbana




Salah Satu Intelektual yang  Membentuk Peradaban Modern di Indonesia

Masyarakat terutama mengenal Sutan Takdir Alisjahbana hanya sebagai sastrawan dan penulis Layar Terkembang dan Pudjangga Baru. Namun kalau kita mengenalnya lebih jauh, mengikuti perjalanan hidup dan kariernya serta meretas pemikiran dan tulisannya, akan jelas bahwa karya-karya STA di bidang sastra bukan sumbangan utamanya. Peringatan tanggl 12 Februari dimaksudkan sebagai perjalanan mengenang kembali kehidupan Sutan Takdir Alisjahbana serta kegiatan dan karyanya di berbagai bidang yang menjadi sumbangsihnya pada nusa dan bangsa dan yang ikut memperkaya khazanah kebudayaan dan kehidupan bernegara bangsa Indonesia.
Sumbangan utama Sutan Takdir Alisjahbana adalah di bidang bahasa dan budaya. Ia juga telah memberi sumbangan penting dalam bidang pendidikan, filsafat dan sosiologi yang secara tidak langsung mempengaruhi kebudayaan dan kehidupan bernegara di Indonesia sebagaimana kita mengenalnya sekarang.
Pada tahun 1928 Sumpah Pemuda diucapkan dan sebagaimana kaum muda pada umumnya waktu itu, hati Takdir tergerak dan tersentuh oleh ikrar tersebut sebab isinya memang sejalan dengan bisikan hati nurani banyak kaum muda dan Takdir menanggapinya penuh semangat. Sebelumnya ia sudah sangat aktif di Jong Sumatranen Bond di Sumatera dan kemudian di Jawa. Pada tahun 1928 ia langsung menerbitkan dan memimpin majalah Semangat Muda meneruskan semangat Sumpah Pemuda.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 Takdir melihat kesempatan yang luar biasa untuk mewujudkan cita-cita Sumpah Pemuda menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang sekaligus juga menjadi alat pemersatu bangsa. Ia kemudian melakukan modernisasi bahasa Indonesia dengan bertindak sebagai pendorong dan pelaku utama Komisi Bahasa yang kemudian diganti menjadi Kantor Bahasa yang diketuai oleh Takdir. Ia yang pertama kali menulis Tatabahasa Indonesia dipandang dari segi bahasa Indonesia dan memimpin penulisan Kamus Istilah yang berisi istilah-istilah baru yang di butuhkan oleh Negara baru yang ingin mengejar pembaharuan dalan berbagai bidang. Setelah Takdir ditahan oleh pihak Jepang, Kantor Bahasa ditutup tetapi setelah Jepang menyerah Takdir menerbitkan majalah Pembimbing Bahasa yang mengajarkan cara belajar,memakai dan mengajar bahasa Indonesia dengan baik. Dengan demikian ia tetap membimbing perkembangan bahasa Indonesia. Sebelum Perang Dunia II Takdir adalah pencetus Kongress Bahasa Indonesia Pertama di Solo. Pada tahun 1970 ia menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia. Takdir pernah mendapat julukan, “Bapak Bahasa Indonesia Modern” untuk pekerjaannya sebagai peletak dasar bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional dan bahasa pemersatu sebuah negara modern yang merdeka. Pengaruhnya tidak terbatas hanya pada bahasa Indonesia saja. Ia adalah inisiator dan pemimpin Konferensi pertama bahasa-bahasa Asia tentang “The Modernization of the Languages of Asia” dan ia juga ikut membangun bahasa Melayu dan berusaha melakukan standardisasi dengan bahasa Indonesia.
Selain memodernisasi bahasa Indonesia, tindakan Takdir yang sama pentingnya adalah mencetuskan Polemik Kebudayaan. Indonesia didirikan berdasarkan dialog yang memuncak dengan adanya Sumpah Pemuda. Namun setelah Sumpah Pemuda diucapkan, khususnya di tahun 1930an, pemerintah Hindia Belanda mulai resah dengan berkembangnya gerakan nasionalis yang meginginkan kemerdekaan dan pemerintah kolonial berusaha menghentikan dialog tersebut dengan melarang segala tulisan berbau nasionalis yang menganut Indonesia merdeka di media cetak.
Takdir kemudian mencetuskan Polemik Kebudayaan dan menerbitkan semua pandangan dalam Polemik Kebudayaan di majalah Pudjangga Baru. Dengan demikian ia memberi corong kepada kaum nasionalis di mana mereka dapat mengexpresikan dan mengembangkan pemikiran mereka melalui tulisan-tulisan mengenai budaya Indonesia baru yang akan dibentuk. Pudjangga Baru merupakan satu-satunya corong yang terbuka bagi kaum nasionalis pada waktu itu untuk meneruskan dialog pembentukan Indonesia.
Setelah pemerintah Belanda kembali ke Indonesia pada akhir masa pendudukan Jepang, mereka menghidupkan kembali perguruan tinggi Sekolah Hukum dan Sekolah Kedokteran di Jakarta yang menjadi Universiteit van Indonesie. Namun kaum nasionalis tidak mau masuk sekolah-sekolah tersebut karena mempergunakan bahasa Belanda. Sutan Takdir Alisjahbana mengajak sekelompok ilmuwan dan akademisi lain untuk memberi pelajaran perguruan tinggi dalam bahasa Indonesia dan ia mengajar bahasa Indonesia, sastra dan sejarah kebudayaan. Mereka mendirikan Universitas Indonesia Darurat (Perguruan Tinggi Republik). Setelah penyerahan kedaulatan kelompok ini mengambil alih Universiteit van Indonesie sehingga negara yang baru berdiri sudah langsung memiliki perguruan tinggi yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Pada tahun 1964 Takdir Alisjahbana mendirikan dan menjabat sebagai Ketua pertama Perkumpulan Memajukan Ilmu dan Budaya (PMIK) yang selanjutnya menjadi yayasan yang mendirikan Universitas Nasional dan tiga sekolah menengah. Takdir menjabat sebagai Rektor Universitas Nasional dari 1968 sampai1992
Sutan Takdir Alisjahbana yang lahir di Natal, Sumatera Utara pada tanggal 11 Februari 1908 adalah seorang pemikir berwawasan luas yang menginginkan modernisasi bagi Indonesia. Menurutnya modernisasi hanya dapat dicapai melalui ilmu dan teknologi yang berkembang dengan pesat sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada zaman Renaissance. Takdir menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilandasi pula oleh kebudayaan yang berpijak pada nilai-nilai Renissance yang membawa cara berpikir logis dan rasional yang dilandaskan pada ilmu-ilmu masa lalu dari Timur Tengah, Yunani dan Romawi yang dipelajari kembali. Akibat dari pemikirannya tersebut Takdir mendapat julukan Bapak Renaissance Indonesia. Sebutan lain yang disandang STA adalah peletak dasar peradaban modern Indonesia. Pemikiran Takdir mengenai kebudayaan dan identitas nasional kemudian dikembangkan lebih lanjut melingkupi kebudayaan ASEAN dan kebudayaan dunia yang sedang dibentuk akibat globalisasi. Dalam karya terakhirnya ia mengajak kita semua membentuk suatu kebudayaan dunia yang inklusif di mana semua orang mendapat tempat.
Setelah Indonesia merdeka, STA pernah menjadi anggota KNIP dan anggota Majelis Konstituante serta anggota DPRD Jakarta. Untuk karya-karya dan kegiatannya Sutan Takdir Alisjahbana telah memperoleh antara lain tanda kehormatan Satyalencana Kebudayaan dari pemerintah Indonesia pada tahun 1970 dan tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Nararya pada tahun 2000. Dari dunia internasional ia memperoleh “The Order of Sacred Treasure, Gold and Silver” dari Kaisar Jepang terutama untuk bukunya Kalah dan Menang dan “Das Grosse Verdienstkreuz” dari Presiden Republik Federal Jerman. Ia mendapat dua gelar Doctor Honoris Causa, pertama dari Universitas Sains Malaysia dan yang kedua dari Universitas Indonesia dan menjadi anggota kehormatan KITLV dan SOAS serta banyak lembaga dan organisasi baik nasional maupun internasional. Sutan Takdir Alisjahbana juga menghasilkan lebih dari 100 karya dan tulis sepanjang hidupnya (untuk informasi lebih lengkap dapat dilihat biodata yang terlampir)
Meskipun STA meninggal dunia hampir 14 tahun yang lalu masih banyak pihak mengingat karya-karyanya. Seperangkat kegiatan dan acara memperingati 100 tahun kelahiran Sutan Takdir Alisjahbana akan diadakan oleh sejumlah lembaga dan organisasi di berberapa daerah di Nusantara dan pada acara peringatan tanggal 12 Februari 2008 di Tugu juga akan diumumkan daftar kegiatan tersebut serta peluncuran website mengenai Sutan Takdir Alisjabana dan kegiatan-kegiatan peringatan 100 tahun kelahirannya di berbagai daerah. Daftar tersebut tentu saja akan bertambah dan berubah di waktu mendatang. Alamat websitenya adalah : www.alisjahbana.org

Riwayat Hidup

Nama
Sutan Takdir      Alisjahbana
(nama kecil)     (nama suku)

Tempat Lahir
Natal, Sumatera, Indonesia

Tanggal Lahir
11 Februari 1908

Jabatan

Rektor Universitas Nasional, Jakarta
Ketua Akademi (Kesenian) Jakarta (Taman Ismail Marzuki)
Ketua Himpunan Filsafat Indonesia, Jakarta
Ketua International Association for Art and the Future
Pemimpin Balai Seni Toyabungkah, Bali
Pemimpin Pusat Penerjemahan National, Jakarta
Wakil Ketua Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK), Jakarta
Pemimpin Umum majalah “Ilmu dan Budaya”
Ketua Philosophy and the Future of Humanity

Pendidikan

1915-21 Hollandsch Inlandsche School, Bengkulu
1921-25 Kweekschool, Bukit Tinggi, Lahat, Muara Enim
1925-28 Hogere Kweekschool, Bandung
1931-33 Hoofdacte Cursus, Jakarta
[ kedua lembaga ini adalah Perguruan Pendidikan Guru ]
1937-42 Rechtschogeschool, Jakarta
1940-42 Fakultas Sastera mengikuti kuliah2 ilmu Bahasa Umum,
Filsafat Asia Timur Universiteit van Indonesie, Jakarta
1979 Doctor Honoris Causa untuk Ilmu Bahasa, Universitas Indonesia, Jakarta
1987 Doctor Honoris Causa untuk Ilmu Sastera dari Universiti Sains Malaysia

Buku

1945 Kamus Istilah I dan II, Jakarta: Pustaka Rakyat, 19453
1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia I dan II, Jakarta: Pustaka Rakyat, 1949
1956 Sejarah Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Rakyat
1957 Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia
(kumpulan karangan tentang Bahasa Indonesia, edisi ke-2),
Jakarta: Dian Rakyat, 1978.
1964 The Failure of Modern Linguistics in the Face of Linguistics Problems of the twentieth Century, Kuala Lumpur, University of Malaya, 1965.
1967 The Modernization of Language in Asia Kuala Lumpur:
Malaysian Society of ASEAN Studies
1976 Language Planning for Modernization: the Case of Indonesian and Malaysian New York: Mouton
1977 Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Moderen (kumpulan karangan tentang Bahasa Indonesia dari tahun 1957-1978), Jakarta: Dian Rakyat.

Sumber: www.alisjahbana.org