Jumat, 08 Oktober 2010

Achdiat Kartamihardja





Tokoh sastra Indonesia yang penting walaupun termasuk yang tidak produktif. Romannya yang paling berhasil adalah Atheis (1948-1949). Ia termasuk sastrawan "angkatan tua" yang disegani sebagai sastrawan maupun budayawan.
Kartamihardja dilahirkan di Garut, Jawa Barat 6 Maret 1911. Ayahnya pemegang buku pada sebuah perkebunan di kota itu. Ia seorang anak yang cerdas, nilainya ketika lulus MULO pantas dibanggakan, sehingga oleh ayahnya ia diharapkan kelak menjadi sarjana hukum. Namun Kartamihardja ternyata menjadi pengarang. Sebelumnya ia mengajar di Sekolah Taman Siswa Jakarta dan Universitas Nasional Australia, di Canberra, tempat ia bermukim. Menjadi redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya, dosen Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1956-1961), dan sejak 1961 hingga pensiun dosen kesusasteraan Indonesia pada Australian National University, Canberra.
Pada masa sebelum tahun 1945 Kartamihardja adalah wartawan dan pegawai Balai Pustaka. Setelah tahun itu ia akrab bergaul dengan Chairil Anwar dan kalangan orang-orang Republik. Dalam berpolitik ia lebih cenderung pada Sjahrir. Ketika suasana menghangat dalam masa Orde Lama, ia pindah ke Australia, dan seterusnya bermukim di Canberra. Hanya seorang anaknya yang kini tinggal di Indonesia.
Karya sastra Kartamihardja umumnya menyoroti tingkah laku manusia dari segi-segi kelemahannya. Plot-plot ceritanya biasanya menarik, dengan penempatan tokoh-tokohnya dalam situasi tidak biasa. Dari situasi demikian ia mengupas kelemahan-kelemahan dasar manusia yang bersifat universal (umum).
Ciri khas karya Achdiat dalam meramu karyanya adalah keberhasilannya membuat mata pembaca agar tidak mengantuk. Sebahagian pembaca biasanya menghabiskan waktu membaca novelnya berhari-hari. Penyebabnya adalah selalu ada saja beberapa puluh halaman menarik yang ingin dibaca ulang . Alur cerita dan bahasa pada setiap karyanya sekilas mengalir polos namun menyembunyikan pertanyaan-pertanyaan menghentak. Kumpulan cerpennya, Keretakan dan Ketegangan (1956) mendapat Hadiah Sastra BMKN tahun 1957 dan novelnya, Atheis (1949) memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah RI tahun 1969 (R.J. Maguire menerjemahkan novel ini ke bahasa Inggris tahun 1972) dan Sjuman Djaya mengangkatnya pula ke layar perak tahun 1974).
Romannya yang terkenal, Atheis (1948-1949) menimbulkan perdebatan dalam masyarakat sejak penerbitannya yang pertama. Roman yang merupakan salah satu puncak karya sastra Indonesia modern ini berulang kali dicetak, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Setelah Atheis, ia lebih sering menulis cerpen, yang kemudian terkumpul dalam beberapa buku: Keretakan dan Ketegangan (1956), Kesan dan Kenangan (1960), Belitan Nasib (1975), serta Pembunuh dan Anjing Hitam (1975). Kartamihardja pun menulis sastra drama, seperti Bentrokan dalam Asrama (1952), Pak Dullah in Extremis, Puncak Kesepian (1959), Keluarga Raden Sastro, serta Pakaian dan Kepalsuan (1957).
Karya-karya Acdiat yang lainnya adalah Polemik Kebudayaan (editor, 1948) Bentrokan dalam Asrama (drama, 1952), Kesan dan Kenangan (1960), Debu Cinta Berterbangan (novel, Singapura, 1973), Si Kabayan, Manusia Lucu (1997), dan Manifesto Khalifatullah (novel, 2006). Sebab lahir di zaman revolusi, maka karya-karyanya juga mewakili suasana dan kehidupan revolusi di tanah air. Pikiran-pikiran dan pesan yang ingin disampaikan Achdiat dalam karyanya sebenarnya sangat sederhana dan cuma satu yakni: bagaimana cara berpikir dan berbuat sebagaimana layaknya manusia Indonesia. Bukan sebagai orang asing.


Sumber:
www.jakarta.go.id
www.kavalera.co.cc